kasih anda-solusi kesehatan merawat diri dari berbagai penyakit serta jenis penyakit dan penyebabnya

alat bantu mata keuntungan dan kerugiannya



alat bantu mata keuntungan dan kerugiannya 

ketika anda mengalami masalah pada mata anda,mungkin anda sering menggunakan alat bantu mata seperti kacamata maupun lensa kontak.
namun ada beberapa hal yeng perlu anda ketahui beberapa keuntungan dan kerugian dari alat bantu mata tersebut,berikut saya jabarkan.


  • Kacamata

Alat bantu ini paling sering digunakan. Keuntungannya, mudah digunakan, daya tahan lebih kuat, mudah didapatkan, lebih murah dibanding cara koreksi kelainan refraksi yang lain. Sedangkan kerugiannya, mengubah penampilan fisik, beban frame menekan hidung, berkurangnya pandangan perifer karena visus dikoreksi hanya jika klien melihat melalui bagian tengah lensa.

  •    Lensa Kontak

Alat ini merupakan bentuk kedua untuk koreksi kelainan refraksi. Alat ini diletakkan di atas kornea dan di belakang kelopak mata. Perawatan harus dilakukan untuk memberikan cukup oksigen pada kornea. Cairan air mata di alirkan dibawah lensa kontak untuk melembabkan kornea dan mengangkat debris pada saat berkedip. Alat ini memperbaiki kelainan refraktif dengan cara mengubah bentuk kornea yang akan meningkatkan kemampuan refraksi, dan dengan memberikan kekuatan refraktif spesifik dan bentuk yang diinginkan pada bagian depan mata sehingga sinar yang masuk dapat secara tepat difokuskan pada retina.
Kontra indikasi penggunaan lensa kontak adalah :
·      Insufisiensi kualitas lapisan airmata akibat abnormalitas posisi
atau fungsi kelopak mata.
·      Gaya hidup atau pekerjaan meliputi lingkungan yang penuh debu,
kering atau berasap.
·      Kurangnya motivasi untuk melakukan perawatan lensa dan
prosedur sterilisasi.
·      Kurangnya keterampilan manual untuk memasang dan melepas
lensa kontak.
·      Kerusakan sensasi kornea.
Komplikasi penggunaan lensa kontak adalah:
·      Edema kornea yang terjadi jika lensa kontak di pakai untuk periode yang lama
·      Abrasi kornea, dapat terjadi akibat pemakaian lensa kontak yang berlebihan yang akan mengeringkan epitel dan menyebabkan robekan atau akibat iritasi permukaan lensa kontak terhadap kornea.
·      Giant papillary cell conjunctivitis (radang konjungtiva palpebra, biasanya pada kelopak mata atas)
·      Reaksi sensitivitas yang terjadi pada pemakaian lensa kontak jangka panjang dengan tanda hiperemia konjungtiva, lakrimasi dan konjungtiva menampakkan karakteristik peningkatan cobblestone appearance.

masalah pada mata

Mata merupakan salah satu organ indra manusia yang mempunyai fungsi yang sangat besar. Penyakit mata seperti kelainan-kelainan refraksi sangat membatasi fungsi tersebut. Ada tiga kelaian refraksi, yaitu: miopia, hipermetropia, astigmatisme, atau kecampuran kelainan-kelainan tersebut. Diantara kelainan refraksi tersebut, miopia adalah yang paling sering dijumpai, kedua adalah hipermetropia dan yang ketiga adalah astigmatisma (Ilyas, sidarta, 2004).
            Kelainan refraksi atau ametropia merupakan kelainan pembiasan sinar pada mata sehingga sinar tidak difokuskan pada retina atau bintik kuning, tetapi dapat di depan atau di belakang bintik kuning, dan mungkin tidak terletak pada satu titik yang fokus. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopi, hipermetropi, dan astigmatisma. (Hartono, dkk., 2011)
            Terjadinya miopia dan hipermetropi pada beberapa populasi telah meningkat secara dramatikal dari satu generasi ke generasi yang lain, bersama dengan meningkatnya perkembangan industri dan tingkat pendidikan. Bahkan faktor lingkungan lain juga mempunyai pengaruh yang tinggi terhadap terjadinya miopia dan hipermetropi seperti gaya hidup dan kebiasaan-kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari yang berefek pada berubahnya daya akomodasi mata seperti membaca dan menonton televisi terlalu dekat. Menurut A. Konstantopoulor dkk, (2008) prefelensi terjadinya miopia dan hipermetropi akan meningkat berdasarkan bertambahnya usia penderita namun, telah diketahui bahwa batas usia untuk tingkatan miopia dan hipermetropi adalah 25 tahun, hal ini terlepas dari faktor yang berpotensi menyebabkan miopia dan hipermetropi seperti kebiasaan membaca dan membiarkan kondisi miopia dan hipermetropi yang semakin meningkat.
grafik

 lantas apa itu kelainan refraksi???

Kelainan refraksi adalah suatu kondisi ketika sinar datang sejajar pada sumbu mata dalam keadaan tidak berakomodasi yang seharusnya direfraksikan tepat pada retina (makula lutea) sehingga tajam penglihatan maksimum tidak direfraksikan oleh mata tepat pada retina (makula lutea) baik itu di depan, di belakang maupun tidak dibiaskan pada satu titik. Kelainan ini merupakan bentuk kelainan visual yang paling sering dan dapat terjadi akibat kelainan pada lensa ataupun bentuk bola mata.
            Miopia adalah suatu kelainan refraksi karena kemampuan refraktif mata terlalu kuat untuk panjang anteroposterior mata sehingga sinar datang sejajar sumbu mata tanpa akomodasi difokuskan di depan retina. Hal ini menyebabkan kesulitan melihat objek jauh dan disebut nearsightedness.Miopia terbagi menjadi miopia ringan (antara 0-30D), miopia sedang (antara 3-6D) dan miopia berat/tinggi (>6D). (Ilyas, Sidarta dkk, 2002).
            Hipermetropi adalah suatu kondisi ketika kemampuan refraktif mata terlalu lemah yang menyebabkan sinar yang sejajar dengan sumbu mata tanpa akomodasi difokuskan di belakang retina. Gangguan ini terjadi pada diameter anteroposterior bola mata yang pendek sehingga jarak antara lensa dan retina juga pendek dan sinar difokuskan di belakang retina. Hal ini menyebabkan kesulitan melihat objek dekatdan disebut farsightedness/hyperopia. Hipermetropi terbagi menjadi hipermetrop.

definisi, penyebab dan gejala diabetes

Diabetes melitus gestasional didefinisikan sebagai intoleransi karbohidrat dengan keparahan bervariasi dan awitan atau pertama kali diketahui saat hamil

Diabetes gestasional mengisyaratkan bahwa gangguan ini dipicu oleh kehamilan,mungkin akibat perubahan-perubahan fisiologis berlebihan pada metabolisme glukosa.

 etiologi
Diabetes tipe I:
  • Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.
  •  Faktor-faktor imunologi
Adanya respons autoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.

  • Faktor lingkungan  
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta.  

 Diabetes Tipe II
 
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.

 klasifikasi diabetes :
  • Kelas A. Diabetes kimiawi disebut juga diabetes laten/subklinus atau diabetes kehamilan dengan kadar gula darah normal setelah makan, tetapi terjadi peningkatan kadar glukosa 1 atau 2 jam. Ibu tidak memerlukan insulin, cukup diobati dengan pengaturan diet. 
  • Kelas B. Diabetes dewasa, terjadi setelah usia 19 tahun dan berlangsung selama 10 tahun, tidak disertai kelainan pembuluh darah. 
  •  Kelas C. Diabetes yang diderita pada usia 10-19 tahun dan berlangsung selama 10-19 tahun dengan tidak disertai penyakit vascular.
  • Kelas D. Diabetes yang sudah lebih dari 20 tahun, tetapi diderita sebelum usia 10 tahun disertai dengan kelainan pembuluh darah.
  • Kelas E. Diabetes yang disertai pengapuran pada pembuluh darah panggul termasuk arteri uterusna.
  • Kelas F. Diabetes dengan nefropati, termasuk glomerulonefritis dan pielonefritis.

 gejala penyakit diabetes 

  • Sering Buang Air kecil
  • Sering merasa haus
  • Nafsu makan berkurang
  • Gambaran klinis yang dapat dirasakan berupa: polidipsi, poliuri, polifagia, penurunan berat badan, lemah, mengantuk (somnolen), dan dapat timbul ketoasidosis.

akademi pendidikan keperawatan


PPERKEMBANGAN PENDIDIKAN KEPERAWATAN
Adanya perkembangan dalam teori keperawatan dan meodologi keperawatan yang bersumber pada pergeseran pandangan dan keyakinan tentang keperawatan, dan pergeseran dalah asuhan keperawatan, merupakan tekanan utama terjadinya perubahan dalam pendidikan keperawatan.
Pendidikan keperaawatan yang tadinya lebih bersifat berada di rumah sakit (hospital-Based), bergeser  kepada bentuk pendidikan yang berada di perguruan tinggi atau universitas (University-based). Pendidikan keperawatan yang tadinya hanya bersifat magang (Apprenticeship), bergeser menjadi pendidikan yang ditujukan  kepada penguasaan ilmu pengetahuan keperawatan dan metode keperawatan melalui pendidikan dan latihan yang lama.
             1.      Orientasi pendidikan keperawatan
Orientasi pada ilmu pengertahuan dan teknologi keperawatan dicirikan oleh kurikulum pendidikan yang mengikuti pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kususnya IPTEK bidang keperawatan, Kurikulum pendidikan diartikan tidak saja isi pendidikan akan tetapi juga berbagai bentuk pengalaman belajar yang memungkinkan peserta didik menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang diperlukan, serta memungkinkan terjadinya proses penumbuhan dan pembinaan sikap dan keterampilan professional.
Orientasi kepada masyarakat atau komunitas memberikan arahan bahwa kurikilum pendidikan disusun dengan bertolak dari kompetensi yang diturunkan dari tuntutan kebutuhan masyarakat dan pembangunan (kesehatan dan IPTEK) di masa datang, dengan tetap memperhatikan pandangan tuntutan keprofesian dalam bidang keperawatan.
Orientasi pendidikan kepada masyarakat dicirikan juga dengan pengalaman belajar di masyarakat (Community-based education), yaitu berbagai bentuk pengalaman belajar di masyarakat, seperti pengalaman belajar klinik (PBK) dan pengalaman belajar lapangan (PBL). Kedua bentuk pengalaman ini adalah bentuk pengalaman belajar yang sangat berpengaruh pada penumbuhan dan pembinaan sikap serta keterampilan professional pada peserta didik.

             2.      Kerangka Konsep
Berdasarkan pandangan tentang perawatan dan orientsipendidikan perawatan seperti yang diuraikan di atas, pendidikan perawatan sebagai pendidikan professional disusun berdasarkan kerangka konsep yang kokoh yang mencirikannya sebagai pendidikan akademi-profesional. Isi pendidikan dan sebagai pengalaman belajar yang dikembangkan ditunjukan untuk berbagai pengalaman belajar yang dikembangkan serta sikap dan kemampuan professional sesuai yang dituntut oleh profesi keperawatan.

            3.      Penguasaan ilmu pengetehuan dan teknologi keperawatan
Seluruh rangkaian proses pendidikan pada program pendidikan tinggi keperawatan harus ditata dan dilaksanakan sedemikian rupa sehingga memungkinkan peserta didik memahami dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan yang diperlukan dalam melaksanakan pelayanan/ asuhan keperawatan sesuai tuntutan profesi keperawatan (standar professional), dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan.
Harus memungkinkan peserta didik menguasai ”body of knowledge” yang diperlukan oleh seorang perawat profeional, dan menguasai berbagai metode dan teknik keperawatan yang diperlukan untuk melaksanakan pelayanan/asuhan keperawatan.

            4.      Penyelesaian masalah secara ilmiah
Dalam seluruh rangkaian pengalaman belajar pada pendidikan tinggi keperawatan, secara bertahap dan terintegrasikan sepenuhnya, ditumbuhkan dan dibina kemampuan untuk memecahkan masalah secara ilmiah, termasuk penalaran ilmian (scientific reasoning). Penumbuhan dan penalaran kemampuan ini juaga dikaitkan dengan tercapainya penguasaan proses keperawatan (nursing process) oleh peserta didik yang merupakan pendekatan dan penyelesaian masalah keperawatan secara ilmiah, termasuk pengambilan keputusan klinis (cinical decision).

           5.      Sikap dan tingkah laku professional
Sikap dan tingkah laku professional yang dituntut dari seorang perawat dalam melaksanakan pelayanan/asuhan keperawatan dan dalam kehidupan keprofesiannya, harus ditumbuhkan dan dibina sejak awal proses pendidikan. Penumbuhan dan pembinaan kemampuan berfikir, bersikap, dan bertindak professional, merupakan suatu proses panjang dan berlanjut, terlaksana dalam suatu lingkungan yang sarat dengan peran (role model).

            6.      Belajar aktif dan mandiri
Kemauan dan kemampuan belajar aktif, mandiri,dan mengarahkan belajar sendiri harus ditumbuh kembangkan sejak awal proses pendidikan, menuju terbinanya sikap dan kemauan belajar sepanjang hayat. Segala bentuk pengalaman belajar dikembangkan dan dilaksanakan dengan berorientasi kepada peserta didik (student oriented).

            7.      Pendidikan berada di masyarakat
Pendidikan atau pengalaman belajar yang dikembangkan di masyarakat (community based learning) memungkinkan untuk menumbuhkan dam membina sikap dan keterampilan profeional para peserta didik.

Melalui dua bentuk pengalaman yaitu pengalaman belajar klinik (PBK) dan pengalaman belajar lapangan (PBL), ditumbuhkan dan dibina kemamauan pengambilan keputusan klinik yang merupakan penerapan secara terintegrasi kemampuan penalaran ilmiah dan penalaran etik dengan bertolak dari masalah-masalah nyata di bidang keperawatan (nursing problem).
Di samping itu, bentuk-bentuk pengalaman belajar ini yang pada dasarnya merupakan proses terjadinya sosialisasi/adaptasi professional, peserta didik menjadi lebih mampu dan peka dalam mengidentifikasi berbagai masalah yang ada di masyarakat, serta lebih terampil dalam memanfaatkan berbagai sumber yang ada danprofesional untuk melaksanakan pelayanan/ asuhan keperawatan kepada masyarakat.

            8.      Kerangka Kurikulum Pendidikan Sarjana Keperawatan
Dengan bertolak dariorientasi pendidikan keperawatan, kerangka konsep pendidikan dn sikap serta kemampuan perawat yang dituntut oleh masyarakat dan pembangunan di masa datang, khususnya pembangunan kesehatan, disusun kerangka kurikulum pendidikan sarjana keperawatan. Dalam kurikulum pendidikan sarjana keperawatan di masa datang akan terdapat beberapa sekelompok ilmu yang melandasi pendidikan keperawatan dan kelompok yang melandasi ilmu yang memungkinkan terjadinya perunahan perilaku peserta didik sesuai dengan yang diharapkan/direncanakan.

            9.      Berbagai Sumber Pendidikan yang Diperlukan
Pelaksanaan pendidikan keperawatan, kususnya program pendidikan sarjana keperawatan seperti yang diuraikan sepintas di atas, memerlukan berbagai sumber pendidikan (educational resources) dalam jumlah yang cukup dan kualitas yang memadai. Staf akadeami yang merupakan komponen terpenting dalam pengembangan dan pelaksanaan pendidikan tinggi keperawatan dari berbagai disiplin ilmu harus tersedia dan dikembangkan secara terarah dan berlanjut.
Kelompok-kelompok ilmuan dari berbagai kelompok atau disiplin ilmu yang mendukung pelaksanaan pendidikan perawatan professional harus diberi kesempatan dan fasilitas cukup untuk secara bersama mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi keperwatan. Melalui upaya yang demikian ini dapat diharapkan tahap demi tahap terbentuk dan terbina suatu masyarakat ilmiah keperawatan atau komunitas ilmiah keperawatan yang selanjutnya dapat menciptakan iklim dan lingkungan yang kondusif untuk pengembangan berbagai kegiatan ilmiah dalam bidang keperawatan.
Tersedianya dan dapat dimanfaatkannya berbagai labolatorium, khususnya labolatorium ilmu-ilmu boimedik dan labolatorium keperawatan dasar merupakan hal yang mutlak diperhatikan. Pengajaran ilmu-ilmu biomedik dengan penekanan dan pemahaman teori dan konsep-konsep ilmu biomedik serta  penalaran ilmiah perlu dipotong dengan bentuk pengalamaan belajar praktik (PBP) di labolatorium yang memadai. Demikian pula labolatorium keperawatan dasar, tempat ditumbuh kembangkannya keterampilan dasar keperawatan harus ada dan memungkinkan pengalaman belajar praktik dilaksanakan dan dikembangkan sesuai tujuan yang hendak dicapai.
Berbagai lahan praktik tempat pengalaman belajar klinik dan pengalaman belajar lapangan (serta berbagai pengalaman belajar lain) dilaksanakan, dibina dan dikembangkan sedemukian rupa sehingga benar-benar memberi kesempatan pada peserta didik untuk mendapatkan pengalaman belajar nyata diperlukan . Lahan praktik yang pada umumnya terdiri atas lebih dari satu fasilitas pelayanan kesehatan/keperawatan, dekembangkan dalam satu kesatuan sebagai jaringan lahan praktik.
Untuk menumbuhkan dan membinaa etik professional diperlukan lingkungan belajar dengan iklim yang mendukung terlaksananya latihan penalaran etik. Cukup banyak kejadian atau peristiwa yang mengandung masalah etik, dan tersedianya cukup staf professional yang dapat memberikan bimbingan dan latihan-latihan bagi peserta didik.
Lingkungan yang demikian ini adalah lingkungan belajar klinik dan lingkungan belajar lapangan, disertai adanya masyarakat profeional (professional Community) yang membina iklim keprofesian (professional climate), sarat dengan klinis yang dapat dijadikan panutan atau model peran (role model). Disamping itu perlu adanya kelompok yang secara terus menerus melakukan pembahasan dan berupaya menyelesaikan masalah etik profesi yang muncul.